Trans Java Gas – Menyebarluaskan perlindungan hak-hak anak melalui pendidikan inovatif

Menyebarluaskan perlindungan hak-hak anak melalui pendidikan inovatif

PT Trans Java Gas Pipeline melalui Yayasan Hati Suci berdedikasi untuk mengembangkan sistem pendidikan dan panti asuhan percontohan di Indonesia.  PT Trans Java Gas Pipeline berupaya untuk menyebarluaskan perlindungan hak-hak anak melalui pendidikan inovatif. Yayasan Hati Suci berdedikasi untuk mengembangkan sistem pendidikan dan panti asuhan percontohan di Indonesia.  “Trans Java Gas Pipeline berkomitmen untuk menghormati 10 prinsip hak anak di Indonesia melalui pembinaan Yayasan Hati Suci.” ucap Joseph Dharmabrata Direktur PT Trans Java Gas Pipeline. 

“Trans Java Gas Pipeline berkomitmen untuk menghormati 10 prinsip hak anak di Indonesia melalui pembinaan Yayasan Hati Suci.” Joseph Dharmabrata, Direktur PT Trans Java Gas Pipeline.

Yayasan yang telah berdiri lebih dari 100 tahun dengan visi “kasih, harapan, dan masa depan” ini memiliki andil besar dalam mempromosikan hak-hak anak di Indonesia dan di Dunia.“Saya rasa yayasan ini memiliki visi sederhana yang tidak lekang oleh waktu. Yayasan Hati Suci sudah jadi delegasi Hindia Belanda ke Liga Bangsa-Bangsa untuk mengadvokasi hak anak dan melahirkan perjanjian mengenai 10 prinsip hak anak.”  Joseph menjelaskan kekayaan sejarah Yayasan Hati Suci.Awalnya yayasan fokus memberdayakan anak-anak perempuan yang terlantar dan korban pemaksaan prostitusi. Permasalahan anak terlantar kini terus berubah seiring waktu seperti adanya anak terlantar karena ditinggal ibunya sebagai TKW, perceraian karena menikah muda, bahkan ada anak yang berhenti sekolah karena dipekerjakan oleh ibunya.“Ada anak-anak yang diterlantarkan di sini dari umur 4 tahun, kini sudah lulus dari UI dan bekerja di tempat-tempat yang bagus.” Joseph menjelaskan.Pengalaman selama lebih dari seratus tahun dalam memberdayakan anak-anak akan dijadikan materi pembangunan kapasitas sekolah dan panti asuhan lain di seluruh pelosok Indonesia.“Kami akan membangun sebuah platform digital dengan organisasi-organisasi lain untuk menyebarkan cara pendidikan inovatif dan kreatif untuk pekerja sosial panti asuhan dan guru-guru di sekolah. Sehingga, anak-anak akan siap menghadapi industri 4.0.” Joseph menjelaskan.“Banyak sekali workshop sudah diberikan. Tetapi ketika guru mengajar di kelas, kembali business as usual. Ilmu pengetahuan tidak cukup, pembangunan kapasitas juga diperlukan.” Joseph menekankan. 

“Banyak sekali workshop sudah diberikan. Tetapi ketika guru mengajar di kelas, kembali business as usual. Ilmu pengetahuan tidak cukup, pembangunan kapasitas juga diperlukan.”  – Joseph Dharmabrata, Direktur PT Trans Java Gas Pipeline.

 Pembangunan kapasitas termasuk cara konkret mendidik yang tidak membosankan dan kreatif. Contohnya, format kelas yang mengedepankan kerja kelompok atau corner bermain, belajar, menggambar, dan kegiatan lain yang menarik. Penggunaan komputer dan gadget yang edukatif juga dilaksanakan.

Gajah Tunggal – Mengikutsertakan pekerja wanita di industri otomotif

Mengikutsertakan pekerja wanita di industri otomotif

 Pembelajaran dari upaya sebuah perusahaan pabrik ban di Indonesia untuk melaksanakan kebijakan sumberdaya manusia dengan perspektif gender yang mendukung hak-hak kesetaraan perempuan.   
Sumber: PT Gajah Tunggal
 PT Gajah Tunggal Tbk. (Gajah Tunggal) adalah salah satu perusahaan pembuat ban di Indonesia yang didirikan pada tahun 1951. Industri otomotif seperti pabrik Gajah Tunggal, seringkali didominasi oleh pria.“Perusahaan Gajah Tunggal mempunyai hampir 18.000 pekerja. Hanya 2,5% pekerja wanita di pabrik dan 1% pekerja wanita di manajemen perusahaan.” papar Catharina Widjaja, Direktur Komunikasi dan Hubungan Investor PT Gajah Tunggal Tbk di acara Dialog Multi-stakeholder bertemakan ‘Memahami Hak-Hak Perempuan di Tempat Kerja’ yang diselenggarakan oleh Indonesia Global Compact Network (IGCN) pada tanggal 19 Oktober 2018.“Mungkin ada prasangka bahwa perusahaan pabrik ban adalah industri pria dan tidak ramah bagi perempuan.” ungkap Catharina.  Untuk mengikutsertakan wanita di dalam industri yang didominasi pria, Gajah Tunggal berusaha meninjau praktik perusahaan.

“Perusahaan kami melihat pegawai setara. Lowongan pekerjaan Gajah Tunggal tidak ada yang lebih mengutamakan pria atau wanita.” Catharina menjelaskan. “Perjanjian Kerja Bersama (PKB) juga telah mencakup hak cuti hamil sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dari pemerintah.” imbuh Catharina.

“Perusahaan kami melihat pegawai setara. Lowongan pekerjaan Gajah Tunggal tidak ada yang lebih mengutamakan pria atau wanita.” – Catharina Widjaja, Direktur Komunikasi dan Hubungan Investor PT Gajah Tunggal TbkGajah Tunggal berupaya untuk meningkatkan representasi wanita di perusahaan di masa depan. “Kami menargetkan setidaknya pelamar kerja terdiri dari 50 persen perempuan dan 50 persen laki-laki. Ini bukan kuota pekerja. Tetapi upaya kami menarik lebih banyak pelamar kerja wanita.” kata Catharina. “Proses penyeleksian pekerja kemudian diperlakukan sama berdasarkan kompetensi.” tambahnya.Menurut Catharina, tantangan ke depan adalah mengubah cara pandang yang menghalangi wanita untuk menduduki posisi yang lebih tinggi. “Beberapa kasus pegawai menolak untuk dipromosikan karena mereka tidak mau lebih tinggi dari suami atau tidak mau pekerjaan lebih karena tanggung jawab di rumah.” Catharina menjelaskan.

“Jika kamu ingin diperlakukan setara, kamu harus merasa setara.” – Catharina Widjaja, Direktur Komunikasi dan Hubungan Investor PT Gajah Tunggal Tbk

Catharina sendiri sebagai minoritas perempuan di tatanan usaha Gajah Tunggal memberikan saran sukses bagi pekerja wanita “Secara prinsip, walaupun anda wanita atau pria, anda harus meraih KPI (Key Performance Indicator) yang sama. Jika kamu ingin diperlakukan setara, kamu harus merasa setara.” ucap Catharina.

Rajawali Foundation – Workshop GESI

Mengenalkan Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial pada Kegiatan Pelatihan dan Pemagangan Kerja

Rajawali Foundation bekerja sama dengan SINERGI, salah satu proyek USAID, untuk mengadakan pelatihan dan pemagangan kerja inklusif untuk kaum muda kurang mampu dan rentan termasuk perempuan dan penyandang disabilitas. 
Kaum Muda dari Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang memberikan testimoni kepada peserta workshop untuk tidak mengangap sebelah mata kemampuan mereka dalam bekerja dan bekarya. (Foto: Andhiani M. Kumalasari/ SINERGI)
 Isu kesertaraan gender dan inklusi sosial (Gender Equality and Social Inclusion/ GESI) belum banyak diintegrasikan dan diimplementasikan pada kegiatan pelatihan dan pemagangan kerja. Umumnya, kegiatan pelatihan dan pemagangan kerja tidak secara khusus membahas isu GESI namun lebih banyak membahas tentang kesiapan dan peraturan kerja. Akibatnya, perempuan dan penyandang disabilitas sering kali dianggap sebelah mata dalam urusan pekerjaan bahkan sering mendapat perlakukan yang tidak adil dan tidak menyenangkan. Banyak hak mereka yang tidak dipenuhi dan disetarakan.Rajawali Foundation melalui SINERGI sebagai salah satu proyek USAID yang fokus pada isu ketenagakerjaan inklusif untuk kaum muda kurang mampu dan rentan termasuk perempuan dan penyandang disabilitas merasa isu GESI sangat penting dikenalkan pada kegiatan pelatihan dan pemagangan kerja. Sebagai langkah awal mengenalkan isu GESI , SINERGI menyelenggarakan kegiatan workshop Penerapan Metode dan Teknik Fasilitasi Pelatihan dan Pemagangan Kerja Berperspektif Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial  (GESI) pada tahun 2018 di Semarang.Isu GESI pada kegiatan pelatihan dan pemagangan kerja juga perlu terintegrasi pada kurikulum dan modul pelatihan. Begitu juga untuk fasilitator atau pengajarnya harus ada keterwakilan perempuan dan laki - laki. 

“membongkar mental block sangat penting bagi penyandang disabilitas dan non difabel agar bisa menjalin kesetaraan.”

 Pada ranah isu inklusi sosial, peserta workshop mendapatkan pemahaman tentang Membongkar Mental Block Kaum Muda Difabel dan Memahami Karakteristik Psiko-Sosial dan Kultur Peserta Pelatihan Kaum Muda Difabel. Peserta workshop juga berkesempatan mendengarkan testimoni dari delapan kaum muda penyandang disabilitas dari Komunitas Sahabat Difabel (KSD) Semarang.Dalam testimoni tersebut, dijelaskan bahwa membongkar mental block sangat penting bagi penyandang disabilitas dan non difabel agar bisa menjalin kesetaraan. Para penyandang disabilitas mengajak peserta workshop untuk belajar memahi psiko-sosial difabel. Mereka bisa berdaya dan bekarya jika diberi kesempatan dan bukan anggapan remeh sebelah mata. 

“Mereka bisa berdaya dan bekarya jika diberi kesempatan dan bukan anggapan remeh sebelah mata.”

 
Peserta workshop berdiskusi untuk pratik penyusunan rencana aksi dan penerapan metode dan teknik fasilitasi pelatihan kerja yang berperspektif GESI. (Foto: Andhiani M. Kumalasari/ SINERGI)
 Selain mendapatkan pemahaman tentang isu GESI melalui paparan materi dan diskusi panel, peserta workshop juga diajak untuk melakukan pratik penyusunan dan presentasi rencana aksi dan penerapan metode dan teknik fasilitasi pelatihan kerja yang berperspektif  GESI  serta praktik micro teaching pendekatan dan teknik pendampingan kaum muda difabel yang difasilitasi oleh tim dari Kerjabilitas.Dari pelaksanaan workshop ini diharapkan para peserta yang terdiri dari anggota Kelompok Aksi (POKSI) dari proyek SINERGI, trainer Balai Latihan Kerja (BLK) dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK), koordinator konsorsia 3P (Perusahaan – Pemerintah – Pemuda), serta pengusaha mitra pemagangan kerja konsorsia 3P dapat memahami isu GESI. Lebih lanjut, diharapkan juga dapat merancang rencana aksi metode dan teknik fasilitasi pelatihan dan pemagangan kerja yang berperspektif GESI untuk diterapkan paling tidak di lembaga/ instansi masing-masing.