Bagian 7.0
Usaha yang berarti
Keterlibatan pemangku kepentingan yang bermakna sangat penting bagi upaya perusahaan untuk memenuhi tanggung jawabnya untuk menghormati HAM. Keterlibatan yang berarti meliputi mendengarkan pemangku kepentingan yang terkena dampak dan mempertimbangkan perspektif mereka dalam pengambilan keputusan internal.
Bagian 7.1
Keterlibatan pemangku kepentingan adalah tema lintas sektoral dalam tanggung jawab perusahaan untuk menghormati, khususnya ketika melakukan asesmen dampak dan . Keterlibatan pemangku kepentingan dapat membantu perusahaan dalam berbagai hal.
Memahami perspektif pihak yang terpengaruh kegiatan perusahaan
Manusia harus berada di pusat proses uji tuntas. Artinya perusahaan seharusnya mendengar perspektif, pengalaman, dan ide pihak-pihak yang terpengaruh. Contohnya langsung melibatkan berbagai pihak melalui komite pekerja, dialog masyarakat, diskusi, pertemuan tatap muka, dan mekanisme pengaduan. Tentu saja, perusahaan perlu menyadari ketidakseimbangan kekuasaan yang dapat membuat keterlibatan seperti itu menjadi sulit dalam praktiknya.
Perusahaan harus memperhitungkan realitas perbedaan
kekuasaan antara perusahaan dan pihak yang terkena dampak.
Meningkatkan kualitas analisis dampak HAM
Para pemangku kepentingan sering memiliki pengetahuan unik tentang konteks di mana perusahaan beroperasi; ini dapat memperkuat proses asesmen dampak HAM untuk pelacakan dan komunikasi.
Mampu memprioritaskan dampak-dampak tersebut, tanpa perusahaan membuat keputusan sepihak
Perusahaan terkadang tidak dapat menangani semua dampak HAM yang teridentifikasi sehingga perusahaan perlu membuat prioritas. Keterlibatan dengan pemangku kepentingan memastikan kekuatan upaya perusahaan. Untuk panduan tentang bagaimana mengidentifikasi dan memprioritaskan dampak HAM, lihat Bab Asesmen Dampak HAM.
Menciptakan rasa kepemilikan solusi
Setelah masalah diidentifikasi dan diprioritaskan, perusahaan perlu mencegah dan mengurangi potensi dampak HAM dan mengatasi setiap dampak aktual yang telah terjadi. Tindakan yang efektif sering melibatkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan. Selain itu, banyak masalah HAM bersifat sistemik (seperti upah, atau dampak pada pekerja migran) dan membutuhkan banyak aktor untuk berkontribusi pada solusi. Dengan melibatkan pemangku kepentingan lebih awal, perusahaan dapat membantu menciptakan rasa kepemilikan bersama dari solusi yang diperlukan. Untuk panduan tentang cara mengatasi dampak yang teridentifikasi, lihat Bab Mengintegrasikan dan Melaksanakan.
Bagian 7.2
Menurut Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM, keterlibatan pemangku kepentingan dalam konteks penghormatan terhadap HAM adalah “proses interaksi dan dialog yang berkelanjutan antara perusahaan dan pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampaknya sehingga memungkinkan perusahaan untuk mendengar, memahami, dan merespons untuk kepentingan dan kekhawatiran mereka, termasuk melalui pendekatan kolaboratif”[1].
Definisi ini menyoroti beberapa elemen yang sangat penting untuk keterlibatan pemangku kepentingan dengan lensa HAM, yaitu:
Berdasarkan dialog
Keterlibatan pemangku kepentingan harus dua arah dan tidak hanya pemberian informasi satu arah.
Berlangsung secara progresif
Mengikutsertakan pemangku kepentingan bukan hanya sekali untuk memenuhi persyaratan perizinan atau untuk dapat menyatakan perusahaan telah ‘melakukan’ keterlibatan pemangku kepentingan. Akan tetapi, proses ini seharusnya berkelanjutan dan berfokus pada membangun hubungan yang saling menguntungkan.
Berfokus pada pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak
Keterlibatan harus difokuskan kepada orang-orang yang mungkin atau mungkin dipengaruhi oleh operasi perusahaan, atau perwakilan sah mereka, bukan hanya organisasi yang memiliki hubungan persahabatan dengan perusahaan. Perusahaan juga perlu menyadari bahwa komunitas lokal bukanlah satu kelompok yang homogen, tetapi berbagai kelompok yang berbeda, dan dampak terhadap mereka mungkin berbeda-beda.
Berfokus pada kepentingan dan kekhawatiran pemangku kepentingan
Keterlibatan pemangku kepentingan harus fokus tentang dampak yang terkait dengan kegiatan perusahaan.
[1] OHCHR, ‘The Corporate Responsibility to Respect Human Rights: An Interpretative Guide’, 2012, p.8, www.ohchr.org
Bagian 7.3
Seorang ‘stakeholder‘ atau pemangku kepentingan adalah individu yang dapat mempengaruhi, atau terpengaruh, oleh kegiatan perusahaan. Dalam konteks Prinsip Panduan PBB, ada tiga kelompok pemangku kepentingan yang relevan:
Para pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak dan perwakilan sah mereka: individu yang HAMnya telah atau dapat dipengaruhi oleh kegiataan perusahaan. Contohnya adalah karyawan, pekerja kontrak, pekerja dalam rantai pasokan, petani kecil pemasok dan keluarga mereka, anggota dari komunitas di sekitar fasilitas bisnis atau situs, konsumen, atau pengguna akhir.
Proksi yang kredibel untuk pandangan pemangku kepentingan yang terkena dampak: individu dengan pengalaman melibatkan pihak-pihak seperti misalnya, pekerja perempuan di pertanian, masyarakat adat atau pekerja migran, dll. dapat menjadi perantara untuk menyampaikan kekhawatiran kelompok tertentu. Perantara juga termasuk LSM pembangunan dan HAM, serikat pekerja internasional, dan masyarakat sipil setempat, atau organisasi-organisasi berbasis agama.
Pakar HAM: individu yang dapat membawa pengetahuan atau keahlian tertentu yang dibutuhkan perusahaan untuk mengelola HAM secara efektif, misalnya, seorang ahli hak-hak ketenagakerjaan, ahli HAM yang terkait dengan lahan atau ahli tentang standar kompensasi. Peran mereka adalah sebagai penasihat proses pengikutsertaan pemangku kepentingan dan bukan sebagai pengganti pihak yang terkena dampak.
❖ Belajar dari mempraktekkan
Sering ada ketidakseimbangan kekuasaan yang signifikan antara perusahaan besar dan orang-orang yang terkena dampak operasi mereka. Masyarakat sering kekurangan kesempatan dan kapasitas untuk berpartisipasi secara berarti dalam proses pengambilan keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan mereka. Bahkan bisnis yang sudah komunikatif perlu lebih fokus untuk memberdayakan masyarakat untuk memastikan bahwa keterlibatan mereka diperhitungkan. Perusahaan harus memperhitungkan realitas perbedaan kekuasaan antara perusahaan dan pihak yang terkena dampak.
Bagian 7.4
Agar keterlibatan pemangku kepentingan menjadi bermakna, perusahaan perlu mempertimbangkan elemen-elemen berikut:
Melibatkan pemangku kepentingan yang tepat
Perusahaan cenderung terlibat dengan para pemangku kepentingan yang memiliki pengaruh tingkat tinggi terhadap perusahaan atau yang dapat menimbulkan risiko bisnis. Untuk tujuan uji tuntas HAM, perusahaan perlu memastikan bahwa mereka berusaha untuk melibatkan pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak, terutama mereka yang mungkin mengalami dampak parah tetapi memiliki pengaruh yang relatif terbatas terhadap perusahaan, seperti anggota kelompok rentan yang terpinggirkan hukum.
Belum tentu pihak yang mengaku mewakilkan individu yang terkena dampak HAM mewakilkan suara individu-individu dengan baik. Perusahaan perlu mempertimbangkan dengan hati-hati apakah mereka menginvestasikan upaya yang cukup untuk mencoba terlibat dengan pemangku kepentingan yang tepat dari perspektif HAM.
Mengikutsertakan permasalahan yang benar
Mengikutsertakan pemangku kepentingan harus mencakup diskusi tentang bagaimana perusahaan mengelola dampak HAM dan bukan hanya tentang kontribusi positif atau program amal. Artinya perusahaan harus menjelaskan operasi dan pilihan bisnis perusahaan kepada pemangku kepentingan. Sehingga mereka dapat memberikan masukan dan umpan balik yang bermanfaat. Perusahaan sebaiknya menciptakan pemahaman internal yang baik kepada pegawai perusahaan sebelum mengikutsertakan pihak lain. Sehingga, setiap orang akan jelas tentang tujuan dan apa yang diharapkan perusahaan dari pengikutsertaan kepentingan.
Mengikutsertakan dengan cara yang benar
Cara untuk mengikutsertakan akan tergantung pada jumlah orang yang terlibat: semakin sedikit pihak yang terlibat, semakin kuat proses pengikutsertaan. Pilihan antara melibatkan tiap individu atau sesi kelompok dapat dipertimbangkan menurut kesesuaian. Inti dari pengikutsertaan adalah membangun rasa kepercayaan antara perusahaan dan pihak-pihak yang terpengaruh. Beberapa perusahaan mengundang pihak ketiga yang netral seperti fasilitator untuk memfasilitasi dialog yang lebih konstruktif, terutama jika ada konflik dan sejarah ketidakpercayaan.
Perusahaan perlu memperhatikan apakah proses pengikutsertaan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan individu-individu yang terlibat. Contohnya, pihak yang melapor dapat dipecat dari pekerjaannya atau diancam keselamatannya oleh orang yang merasa terganggu. Perusahaan akan perlu mencari bimbingan dan dukungan dari LSM, serikat pekerja atau pihak lain dalam mengevaluasi cara terbaik dalam situasi seperti itu.
Mengikutsertakan pada waktu yang tepat
Perusahaan cenderung mengikutsertakan ketika mereka membutuhkan sesuatu. Akibatnya, pemangku kepentingan tidak mempercayai perusahaan karena pengalaman masa lalu. Melibatkan pihak-pihak terpengaruh sejak rencana awal investasi atau proyek menjadi penting untuk menumbuhkan kepercayaan. Proses komunikasi diperlukan untuk menunjukan bahwa masukan pemangku kepentingan telah diperhitungkan. Sehingga, komitmen perusahaan untuk menerima masukan terlihat telah dilakukan secara serius.
Bagian 7.5
Tingkat kepercayaan yang terlalu tinggi
Perusahaan dapat terkejut oleh ketidakpercayaan pemangku kepentingan terhadap perusahaan, misalnya, karena masalah turunan masa lampau proyek-proyek sebelumnya. Penting untuk tidak sepenuhnya yakin mengenai kenyamanan pemangku kepentingan untuk bekerja sama dengan perusahaan. Perusahaan dapat menguji ini dengan melihat apakah para pemangku kepentingan yang dilibatkan merasa benar-benar bebas untuk mengutarakan pikiran mereka, terutama bagi kaum perempuan atau kelompok termarjinalkan.
Perusahaan berpikir dapat mengelola keterlibatan tanpa keterampilan khusus
Keterlibatan pemangku kepentingan memerlukan keterampilan. Praktek internal perusahaan dalam melibatkan perusahaan tidaklah sama dengan melibatkan pihak eksternal. Perusahaan mungkin perlu pertolongan profesional ahli yang relevan untuk menemukan cara terbaik untuk melibatkan kelompok tertentu.
Tidak memiliki topik yang substantif untuk dilibatkan
Pemangku kepentingan ingin merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi bagaimana perusahaan membuat keputusan, dan bahwa masukan mereka mengarah pada perubahan nyata. Keterlibatan dengan pemangku kepentingan tanpa tujuan tertentu menunjukkan perencanaan yang buruk dilihat sebagai latihan hubungan masyarakat belaka.
Gagal melibatkan pemerintah saat dibutuhkan
Jika pemerintah penting dalam konteks proyek yang dapat mempengaruhi masyarakat sekitar – misalnya, peran pemerintah dalam memberikan konsesi lahan – maka pemerintah perlu berada di meja sebagai bagian dari proses pemangku kepentingan.
- Business & Human Rights Resource Centre: Daftar Kebijakan HAM Perusahaan: www.business-humanrights.org/Documents/Policies.
- ELSAM dan Komnas HAM (2017), “Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM”. Jakarta: Komnas HAM.
- Global Compact, “Global Compact 2018 Progress Report: Asia Pacific Analysis”, 2018.
- Inisiatif Bisnis dan HAM (2010), “Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati HAM: Sebuah Alat Panduan bagi Perusahaan,” Den Haag: Global Compact Network Netherlands
- INFID, “Kertas Kebijakan: Menuju Implementasi Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM di Indonesia, 2018.
- International Finance Corporation, ‘Stakeholder Engagement: A Good Practice Handbook for Companies Doing Business in Emerging Markets’, 2007
- Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Panduan Bisnis dan HAM”. 2018.
- Luc Zandvliet dan Mary B. Anderson, ‘Getting it Right: Making Corporate – Community Relations Work’, Greenleaf, 2009
- Oxfam Australia, ‘Guide to Free, Prior and Informed Consent’, 2014 , tersedia dalam berbagai Bahasa.
- Shift, ‘Embedding Respect for Human Rights Within a Company’s Operations’, 2012.
- Shift, Oxfam and Global Compact Network Netherlands, “Doing Business with Respect for Human Rights: A Guidance Tool for Companies”, 2016.
- UN Global Compact, ‘Good Practice Note on Organizing the Human Rights Function within a Company’, 2014.
- Ilustrasi: www.freepik.com