Bagian 3.0
Dari reaktif ke proaktif
Bagaimana perusahaan saya berdampak terhadap HAM?
Langkah pertama uji tuntas HAM adalah menilai bagaimana kegiatan perusahaan dan hubungan bisnis dapat menimbulkan risiko terhadap HAM. Ini melibatkan mempertimbangkan kemungkinan dampak negatif dari kegiatan saat ini dan yang direncanakan. Analisa dampak HAM ini juga melihat hubungan bisnis dengan pemasok, kontraktor, individu, dan masyarakat. Perusahaan kemudian dapat menetapkan prioritas untuk tindakan untuk mengurangi risiko tersebut.
Menilai dampak bisa menjadi proses yang menantang. Mulailah dengan mengidentifikasi dampak HAM perusahaan yang paling berat. Tahap ini dapat membangun pemahaman internal perusahaan tentang HAM dan membangun strategi untuk mengelola risiko operasional yang terkait.
Walaupun pelaporan dampak perusahaan terhadap lingkungan sudah dijalankan 50% perusahaan anggota Global Compact, analisa dampak isu-isu sosial seperti HAM, hak buruh, atau korupsi masih sangat jarang dilakukan.
Berdasarkan survey yang dilakukan Global Compact pada tahun 2018, jumlah perusahaan yang menjalankan analisa dampak HAM masih sangatlah sedikit, sebagaimana terlihat pada gambar di bawah:
Sumber: Laporan Perkembangan UN Global Compact 2018
Walaupun pelaporan dampak perusahaan terhadap lingkungan sudah dijalankan 50% perusahaan anggota Global Compact, analisa dampak isu-isu sosial seperti HAM, hak buruh, atau korupsi masih sangat jarang dilakukan.
Oleh karena itu, bab ini akan menjelaskan lebih lanjut mengapa analisa dampak HAM itu penting dan bagaimana menjalankannya.
Divisi-divisi perusahaan yang terlibat
CSR: Menyediakan keahlian HAM; berkolaborasi dengan divisi operasi; membantu mengkoordinasikan proses asesmen dampak HAM.
Manajemen risiko: Memberikan masukan ahli ke dalam proses asesmen dampak; mengintegrasikan HAM ke dalam proses manajemen risiko yang ada.
Hubungan masyarakat: Berinteraksi dengan pemangku kepentingan eksternal ketika asesmen melibatkan konsultasi dengan lingkungan dan masyarakat.
Hukum: Menghubungkan berbagai risiko yang berhubungan dengan kewajiban hukum perusahaan ke dalam asesmen dampak HAM.
Divisi khusus yang mungkin terkait dengan risiko HAM misalnya, keamanan, pengadaan, sumber daya manusia, penjualan): Keterlibatan dalam mengevaluasi dan memprioritaskan dampak dalam praktik operasional bisnis divisi masing-masing.
Pemerintah: Wawasan tentang bagaimana risiko HAM dapat ditingkatkan oleh negara atau tindakan pengaturan.
Bagian 3.1
Bagaimana perusahaan dapat melakukan asesmen dampak usaha terhadap HAM?
Untuk melakukan asesmen dampak usaha terhadap HAM, perusahaan harus memperhatikan tiga faktor yang saling berhubungan:
- Kegiatan perusahaan itu sendiri
Bagaimana kegiatan perusahaan itu sendiri mempengaruhi HAM?
- Hubungan-hubungan perusahaan
Bagaimana perusahaan dapat berkontribusi terhadap pelanggaran HAM melalui hubungan dan kemitraan yang terkait dengan kegiatan bisnis (contoh: pemasok, kontraktor, konsumen, pemerintah, dll)?
- Konteks negara dan kondisi lokal
Bagaimana konteks negara tertentu dan kondisi lokal (faktor sosial, politik, dan ekonomi) bisa berdampak terhadap HAM?
Tabel di bawah ini menyediakan beberapa contoh-contoh dampak perusahaan. Akan tetapi, urutan penyajiannya tidak menunjukkan hierarki tentang mana yang lebih penting.
Dampak kegiatan dan kemitraan perusahaan
Kontribusi Langsung atau Kontribusi Tidak Langsung?
Kontribusi langsung (2a) ialah kontribusi yang secara aktif mendorong rekan bisnis untuk melanggar HAM. Misalnya, meminta waktu pengiriman sangat ketat sehingga pemasok melanggar HAM pekerja. Pekerja terpaksa bekerja lembur yang berlebihan untuk mencapai target atau berisiko kehilangan kontrak.
Kontribusi tidak langsung (2b) ialah kontribusi perusahaan ketika menjalin hubungan dengan rekan bisnis yang melanggar HAM. Sementara itu, perusahaan tidak melakukan tindakan untuk mendorong mitra untuk melannggar HAM. Contohnya, pemasok menggunakan pekerja anak tanpa sepengetahuan perusahaan pembeli.
Perbedaan antara kontribusi langsung atau tidak langsung penting, karena kontribusi langsung dapat ditangani dengan mengubah perilaku sendiri. Akan tetapi, kontribusi tidak langsung pada pelanggaran hanya bisa dihentikan melalui perubahan perilaku rekan bisnis atau memutuskan hubungan kerjasama.
Mempertimbangkan HAM semua pihak yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan perusahaan
Perusahaan perlu memastikan bahwa mereka sudah mempertimbangkan kepentingan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa perusahaan menghormati HAM berbagai pihak terkait.
Dampak Internal
Pemetaan dampak perusahaan terhadap pihak-pihak internal dapat dipetakan sebagai berikut:
Sumber: Komnas HAM, 2017.
Dampak terhadap Lingkungan Hidup
Sedangkan peta dampak korporasi terhadap lingkungan hidup dapat dipetakan melalui diagram di bawah ini.
Sumber: Komnas HAM, 2017.
Dampak terhadap Komunitas
Kemudian peta dampak korporasi terhadap komunitas setempat dapat dilihat melalui diagram di bawah ini.
Sumber: Komnas HAM, 2017.
❖ Proses Asesmen Dampak HAM (Human Rights Impact Assessment)
Danish Human Rights Institute telah membuat sebuah panduan proses asesmen dampak HAM (Human Rights Impact Assesment[12]) dibawah ini:
[12] Danish Human Rights Institute, “Human Rights Impact Assessment Guidance and Toolbox”, 2016. <https://www.humanrights.dk/sites/humanrights.dk/files/media/dokumenter/business/hria_toolbox/hria_guidance_and_toolbox_final_may22016.pdf_223795_1_1.pdf>
Identifikasi dampak HAM dapat dilakukan dalam berbagai cara. Perusahaan dapat memulai identifikasi risiko dampak HAM melalui hasil penelitian pihak eksternal (pemerintah, organisasi internasional, dan LSM) yang berfokus pada negara/provinsi dan sektor tertentu. Laporan internal perusahaan juga dapat memberikan wawasan yang bermanfaat, seperti laporan tentang whistle blower, mekanisme keluhan pegawai atau pelanggan, uji kepatuhan pemasok, laporan manajemen berbagai divisi (SDM, hukum, CSR, dll.), laporan asosiasi pekerja, dan sebagainya.
Mengidentifikasi isu-isu HAM dapat melalui berbagai lingkup, seperti:
- Batas geografis tertentu: mengidentifikasi negara atau provinsi tempat beroperasi yang memiliki risiko HAM terbesar;
- Hak-hak khusus: mengidentifikasi isu HAM yang diakui paling berisiko dalam industri sektor tertentu atau konteks negara;
- Divisi khusus: terlibat dengan divisi-divisi perusahaan ketika ada fungsi pegawai yang sering menghadapi atau memiliki tanggung jawab atas dampak dan risiko HAM (misalnya, keamanan atau penjualan).
❖ Belajar dari mempraktekkan: Workshop asesmen dampak HAM berbasis tim
Satu pendekatan untuk asesmen dampak HAM menggunakan brainstorming yang difasilitasi. Pendekatan ini mirip dengan proses asesmen risiko (risk assessment) berbasis kelompok tradisional.
Kelompok manajer dan staf dari bagian-bagian bisnis lintas divisi yang relevan dikumpulkan dan didukung oleh seorang fasilitator ahli untuk memikirkan sebuah pertanyaan: bagaimana perusahaan dapat mengakibatkan dampak HAM di masa sekarang dan di masa depan?
Proses ini dapat mendorong diskusi mengenai tingkat keparahan dampak HAM di masing-masing divisi. Perlu dicatat bahwa analisa perwakilan divisi perusahaan tidak dapat mengidentifikasi semua permasalahan HAM. Perusahaan masih harus berdialog dengan pihak internal dan eksternal lainnya untuk verifikasi lebih lanjut.
Proses melakukan asesmen dampak HAM yang melibatkan tim internal perusahaan menjadi langkah sosialisasi yang penting. Perusahaan juga dapat mengikutsertakan rekan bisnis (pemasok, kontraktor) yang belum terlalu paham tentang relevansi HAM. Dukungan rekan bisnis akan memberi pemahaman mengenai langkah-langkah mitigasi yang aplikatif bagi pihak mereka.
Menyeimbangkan perspektif individu dan perspektif organisasi perwakilan
Perusahaan sebaiknya mendengarkan perspektif individu dan kelompok yang mewakilkan individu secara seimbang. Contohnya, serikat pekerja jelas merupakan sumber utama informasi tentang dampak terhadap HAM anggota mereka. Berkonsultasi dengan pemimpin komunitas lokal mungkin merupakan cara yang tepat untuk memahami dampak pada kelompok anggota yang lebih luas. Perusahaan juga dapat melibatkan LSM lokal atau serikat pekerja internasional yang tidak mewakili individu yang bersangkutan secara langsung, tetapi memiliki wawasan yang baik tentang masalah pekerja setempat.
Akan tetapi perusahaan juga harus melihat apakah perwakilan organisasi ini mencerminkan keragaman masyarakat anggotanya. Kelompok-kelompok seperti wanita, kaum difabel, dan etnis minoritas seringkali terpinggirkan dalam struktur kelembagaan perwakilan serikat pekerja atau pemimpin komunitas. Baca Bab Melibatkan Pemangku Kepentingan untuk belajar lebih lanjut.
Meskipun perusahaan pada awalnya tidak mungkin untuk berkonsultasi langsung dengan pemangku kepentingan yang terkena dampak, proses asesmen dampak perusahaan mungkin perlu berkembang dari waktu ke waktu untuk memungkinkan interaksi yang lebih langsung dengan mereka. Contohnya, perusahaan dapat melakukan penelitian random sampling survey untuk menyelaraskan hasil diskusi dengan organisasi perwakilan dan pendapat pemangku kepentingan.
Bagian 3.2
“Pertanyaan kunci dalam setiap proses asesmen dampak adalah prioritas: di mana perusahaan harus memfokuskan perhatiannya?”
Risiko HAM terhadap manusia: lebih dari sekedar risiko bisnis
Operasi perusahaan dapat terlibat dengan berbagai potensi dampak HAM. Keterbatasan sumber daya perusahaan menekan perusahaan untuk memilih dampak mana yang harus difokuskan. Selama ini sering kali perusahaan berfokus pada isu-isu yang menghadirkan risiko bisnis terbesar, seperti risiko reputasi atau risiko gangguan operasional.
Sementara, Prinsip-Prinsip Bisnis dan HAM mengharapkan perusahaan untuk menempatkan manusia sebagai prioritas fokus analisa dampak. Perusahaan perlu memilih prioritas fokus berdasarkan tingkat keparahan dampak aktivitas bisnis perusahaan terhadap HAM orang-orang yang terpengaruh.
Bagaimana mempraktikan analisa dampak terhadap orang-orang yang terpengaruh?
Proses manajemen risiko memiliki dua input:
- Tingkat keparahan dampak pada bisnis (misalnya jumlah biaya litigasi, atau tingkat kerusakan reputasi).
- Kemungkinan bahwa dampak akan terjadi
Cara manajemen risiko dampak HAM:
- Keparahan Dampak HAM | Dampak Bisnis
Tingkat keparahan yang relevan adalah tingkat keparahan dampaknya terhadap orang, bukan pada bisnis.
- Keparahan Dampak | Kemungkinan Dampak Terjadi
Tingkat keparahan memiliki pembobotan yang lebih besar daripada kemungkinan sehingga risiko besar pada orang-orang harus selalu diprioritaskan untuk perhatian.
Perusahaan harus memprioritaskan dampak-dampak yang paling berat menurut skala, ruang lingkup, dan kemampuan pemulihannya. Tabel di bawah ini menjelaskan konsep-konsep di atas dengan beberapa contoh. Contoh-contoh ini hanya ilustratif dan tidak dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa jenis dampak tertentu tidak akan pernah parah.
Memahami keparahan dampak
Dimensi | Definisi | Contoh-contoh | |
Berpotensi kurang parah | Berpotensi lebih parah | ||
Skala | Betapa serius dampaknya | Seorang anak berusia 14 tahun membantu di belakang konter di toko keluarga | Seorang anak berusia 10 tahun bekerja di pertambangan |
Ruang Lingkup | Seberapa luas dampaknya (yaitu, berapa banyak orang akan terpengaruh) | Satu atau dua individu | Seluruh komunitas |
Kemampuan pemulihan | Betapa sulitnya untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkannya | Seorang pekerja dipecat berdasarkan diskriminasi tetapi dapat segera dipulihkan dengan kompensasi yang sesuai, permintaan maaf dan jaminan dari perusahaan untuk tidak mengulang kesalahan. | Seorang pekerja mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan karena kurangnya tindakan kesehatan dan keselamatan yang tepat |
Menentukan prioritas selalu bersifat relatif: risiko HAM yang paling berat untuk satu perusahaan akan terlihat sangat berbeda dari perusahaan lain. Akan tetapi perusahaan harus mengambil tindakan terhadap risiko yang paling parah bagi orang-orang yang terpengaruh.
Lalu bagaimana dengan dampak yang berisiko rendah?
Memprioritaskan dampak yang parah bukan berarti mengacuhkan dampak yang berisiko rendah. Beberapa dampak yang mungkin relatif mudah untuk ditangani mungkin dapat ditangani perusahaan tanpa mengeluarkan sumber daya yang besar.
Mempertimbangkan dampak HAM yang efektif melibatkan konteks operasional perusahaan sendiri dan berbagai hubungan bisnis perusahaan. Tabel di bawah memberikan beberapa contoh untuk kedua elemen kemungkinan ini.
Faktor-faktor konteks negara yang mempengaruhi dampak HAM | Faktor-faktor hubungan bisnis perusahaan yang mempengaruhi dampak HAM: |
1. Penegakan hukum dan peraturan nasional; 2. Konflik antara hukum nasional dan HAM internasional; 3. Kebiasaan dan praktik sosial; 4. Kehadiran korupsi; 5. Kehadiran konflik. | 1. Apakah kebijakan mitra usaha bertujuan untuk menghormati HAM; 2. Apakah mitra usaha memiliki proses yang efektif untuk memenuhi tanggung jawab untuk menghormati HAM; 3. Rekam jejak mitra usaha dalam menegakkan atau melanggar HAM; 4. Praktek-praktek mitra usaha berkaitan dengan korupsi; 5. Apakah mitra usaha bertentangan dengan pemangku kepentingan lokal. |
Perusahaan sering bertanya bagaimana mereka dapat yakin dalam memprioritaskan dampak-dampak HAM. Mengikuti proses di atas adalah cara terbaik untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan selaras dengan Prinsip-Prinsip Panduan. Akan tetapi, masukan dari pemangku kepentingan dapat membantu membuat proses penentuan prioritas lebih kuat dan pilihan perusahaan lebih dapat dipercaya.
Kerangka Pelaporan Prinsip-Prinsip Panduan PBB, yang dibahas dalam Bab Melacak Kinerja, memberikan panduan yang berguna tentang bagaimana mengidentifikasi dan memprioritaskan ‘masalah HAM yang menonjol’ (salient human rights issues).
Tabel di bawah ini menjelaskan pengalaman dari beberapa perusahaan yang telah menggunakan Kerangka Pelaporan UNGP. Laporan mereka biasanya menjelaskan proses yang mereka gunakan untuk mengidentifikasi masalah yang menonjol, dikumpulkan pada tingkat global dari operasi perusahaan ini. Lebih banyak contoh juga tersedia di situs web Kerangka Pelaporan UNGP.
Contoh masalah yang menonjol yang diidentifikasi oleh perusahaan menggunakan Kerangka Pelaporan UNGP
Perusahaan | Sektor | Isu-isu HAM yang menonjol | Sumber |
ABN AMRO | Keuangan | Hak Privasi Diskriminasi Hak kerja Hak tanah | ABN AMRO Human Rights Report 2016 |
Ericsson | Informasi, Komunikasi, dan Teknologi | Hak privasi Kebebasan berekspresi Hak bekerja yang layak | Ericsson Sustainability and Corporate Social Responsibility Report 2017 |
H&M | Ritel Pakaian | Upah hidup yang adil Kesehatan dan keselamatan Kerja paksa Diskriminasi dan pelecehan Pekerja anak Kebebasan berserikat dan berunding bersama Keamanan sosial Hak atas tanah Jam kerja Akses ke air | Sustainability and Corporate Responsibility Report 2017 |
Total | Energi | Kerja paksa Pekerja anak Diskriminas Kondisi kerja dan keamanan yang adil dan menguntungkan Akses ke tanah Hak atas kesehatan dan standar hidup yang memadai Risiko penyalahgunaan kekuatan dan senjata | Human Rights Briefing Paper, July 2016 |
Unilever | Makanan dan Minuman | Diskriminasi Upah yang adil Kerja paksa Kebebasan berserikat Gangguan Kesehatan dan keselamatan Hak atas tanah Jam kerja | ‘Enhancing Livelihoods, Advancing Human Rights’. Human Rights Report 2017 |
Nestlé | Makanan dan Minuman | Kebebasan berserikat dan perundingan kerjasama Jam kerja Akomodasi pekerja dan akses layanan dasar Keselamatan dan kesehatan Upah yang layak Buruh anak Kerja paksa Akuisisi tanah Akses untuk air dan sanitasi Akses untuk mekanisme keluhan Perlindungan data dan privasi | Salient Issues – Nestlé |
Bagian 3.3
Melibatkan divisi manajemen risiko atau risk management mempunyai nilai tambah dalam proses analisa dampak HAM. Divisi manajemen risiko dapat berkontribusi pada metodologi yang lebih kuat serta membantu memastikan bahwa hasilnya diintegrasikan ke dalam sistem manajemen risiko perusahaan yang lebih luas. Kegiatan ini juga dapat membantu membangun pemahaman divisi manajemen risiko tentang perbandingan antara manajemen risiko HAM dan manajemen risiko bisnis tradisional.
Divisi-divisi penting lainnya untuk dilibatkan adalah divisi perusahaan yang perlu menerapkan aksi mitigasi, karena mereka dapat memberikan masukan tentang sifat risiko dan seberapa mungkin proposal mitigasi dapat dilaksanakan. Audit internal dan uji tuntas dapat membantu memastikan keselarasan dengan prosedur baru.
Bagian 3.4
Proses asesmen dampak HAM dapat dilakukan di tingkat perusahaan, anak perusahaan, cabang perusahaan atau bagian lain dari bisnis. Sebagai contoh:
Fokus pada wilayah tertentu
Penelitian awal dapat menghasilkan klasifikasi wilayah berdasarkan berbagai tingkat risiko HAM. Contohnya, perusahaan sebaiknya melaksanakan asesmen dan mengembangkan rencana mitigasi di provinsi pasca konflik atau daerah operasional militer. Pendekatan peringatan ‘bendera merah’ harus menyoroti wilayah-wilayah yang terkena dampak konflik, atau negara-negara yang telah dijatuhi sanksi oleh Dewan Keamanan PBB atau oleh organisasi regional seperti Uni Eropa.
Proses uji tuntas dampak HAM bagi pelanggan dan klien
Berdasarkan masalah HAM yang menonjol, sebuah perusahaan mungkin ingin melibatkan pelanggan dalam proses uji tuntas dampak HAM. Ini biasanya melibatkan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tertentu sebelum klien diterima atau produk yang dijual kepada pelanggan, dan mengeskalasi masalah secara internal di mana timbul keraguan tentang risiko HAM yang terlibat dalam hubungan atau transaksi tertentu.
Menyeleksi mitra bisnis lainnya
Perusahaan semakin sering menyeleksi pemasok, subkontraktor, dan penyedia layanan berdasarkan catatan HAM mereka dan kemampuan mereka untuk mengelola risiko HAM. Upaya seleksi termasuk meminta mitra bisnis untuk mengisi kuesioner, mengharuskan mereka untuk menandatangani kontrak yang mencakup kode etik vendor atau pemasok, dan menyetujui audit, ‘kunjungan pemasok’ (lihat contoh di Bab Mengintegrasikan dan Melaksanakan), atau asesmen kolaboratif untuk mengevaluasi kinerja.
Mengidentifikasi masalah HAM perusahaan yang menonjol dapat membantu dalam mengidentifikasi tingkat ambang batas untuk mengambil jenis tindakan tertentu. Misalnya, pemasok yang berdampak HAM moderat diminta untuk melakukan asesmen sendiri (self assessment), sementara pemasok input berisiko tinggi perlu menjalani evaluasi yang lebih formal.
Risiko HAM dalam merger dan akuisisi serta usaha joint venture
Untuk perusahaan yang mengakuisisi bisnis lain atau bekerja sama dengan mereka dalam joint venture, penting untuk mengidentifikasi risiko HAM dalam kegiatan dan hubungan ini. Sebagai contoh, sebuah perusahaan dapat menemukan bahwa mitra usaha joint venture-nya tidak percaya bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab untuk menghormati HAM. Contoh lain adalah perusahaan dapat mengetahui bahwa tanah yang baru dibeli perusahaan adalah bekas tanah gusuran paksa tanpa konsultasi yang baik dengan warga sekitar. Sehingga proyek perusahaan di tanah itu dapat ditolak warga sekitar. Uji tuntas HAM di awal dapat membantu mengidentifikasi biaya masalah dan pendanaan tindakan preventif sebelum dilakukan pembelian tanah.
Bagian 3.5
Prinsip-Prinsip Panduan berbicara tentang ‘asesmen dampak HAM’ sebagai sebuah proses untuk menekankan sifat berkelanjutan dari langkah uji tuntas HAM ini. Tidak setiap situasi membutuhkan ‘asesmen dampak HAM’ (HRIA) yang berdiri sendiri. Perusahaan harus menggunakan pendekatan yang paling sesuai untuk bisnis mereka dan jenis dampak HAM yang mungkin mereka hadapi.
Pemerintah dan lembaga keuangan sering membutuhkan asesmen dampak yang berdiri sendiri untuk proyek-proyek yang dapat memiliki dampak lingkungan dan sosial yang signifikan (termasuk pada HAM), seperti infrastruktur, proyek pertanian ekstraktif atau skala besar. Semakin banyak perusahaan yang berusaha mengintegrasikan HAM ke dalam proses asesmen lingkungan dan sosial yang ada.
Asesmen Dampak HAM pada Kasus Khusus
Pada saat yang sama, mungkin ada alasan bagus untuk HRIA yang berdiri sendiri dalam situasi tertentu. Contohnya dapat diaplikasikan ketika perusahaan masuk ke provinsi baru yang menantang, meluncurkan produk baru, mengatasi masalah warisan atau situasi pelanggaran HAM yang sistemik.
Ada sejumlah metodologi dan alat yang tersedia untuk melakukan operasi bisnis yang berdiri sendiri. Sumber daya yang baik termasuk Forum Pemimpin Bisnis Internasional dan ‘Asesmen Dampak dan Pengelolaan HAM’ oleh Badan Keuangan Internasional dan ‘Asesmen HAM’ oleh Lembaga HAM Denmark ‘.
Ada semakin banyak contoh publik dari HRIA yang dipimpin perusahaan, termasuk:
- Asesmen HAM dari perusahaan tambang Marlin di Guatemala
- Pengungkapan Nestlé tentang upaya uji tuntas HAM perusahaan (dengan Danish Institute for Human Rights), dampak dalam rantai pasokan kakao di Côte d’Ivoire (dengan Fair Labour Association), dampak dalam rantai pasokan kelapa sawit di Indonesia (Danish Institute for Human Rights dan The Forest Trust ) dan dampak dalam rantai pasokan udang Thailand (dengan Verité);
- Asesmen dengan UNICEF yang melibatkan perusahaan pariwisata Kuoni terkait dengan dampak pada hak-hak anak yang terhubung dengan operasi mereka di Kenya dan India.
Bagian 3.6
Tidak melibatkan pemangku kepentingan
Asesmen dampak merupakan dasar penting dari proses uji tuntas HAM. Menanyakan masukan pemangku kepentingan mengenai dampak HAM perusahaan dapat menjadi langkah awal untuk bekerja sama. Di kasus lain, beberapa perusahaan mungkin perlu melibatkan pemangku kepentingan secara perlahan.
Hanya melihat ‘di dalam pagar perusahaan’
Penting bagi perusahaan untuk tidak hanya berfokus pada kegiatan mereka sendiri, atau di mana mereka memiliki kendali penuh. Contohnya risiko HAM dapat terjadi di hubungan perusahaan dengan mitra bisnis.
Mencoba melakukan semuanya dengan sempurna
Proses yang diuraikan dalam bab ini akan menjadi hal baru bagi sebagian besar perusahaan. Bagi perusahaan yang memiliki bisnis besar atau kompleks, disarankan untuk memulai asesmen dengan lingkup kecil. Contohnya memprioritaskan divisi atau cabang provinsi tertentu untuk membangun pembelajaran tentang bagaimana menilai dan mengevaluasi risiko HAM. Seiring waktu, lingkup asesmen perlu diperluas untuk mencakup seluruh operasi perusahaan. Akan tetapi, jika perusahaan mencoba untuk melakukan semuanya asesmen sekaligus, itu dapat mengarah pada ‘kelumpuhan analisis’ yang tidak efektif.
Bagian 3.7
Mulailah dengan fokus pada satu masalah
Seringkali, UKM menyediakan produk yang sangat khusus atau ditargetkan, sehingga akan berurusan dengan serangkaian dampak HAM yang spesifik (misalnya, perusahaan rekayasa air: hak atas air; perusahaan rintisan internet: hak atas privasi dan kebebasan berekspresi; importir kayu keras: hak masyarakat adat dan komunitas hutan lainnya di mana kayu bersumber). Ini dapat membantu memperjelas di mana perusahaan harus memprioritaskan perhatiannya.
Manfaatkan dari sumber lain
Inisiatif industri dan isu HAM khusus, serta lembaga pemerintah, dapat membantu memberikan informasi untuk membantu mengevaluasi risiko dan tindakan yang tepat di negara-negara tertentu atau pada topik tertentu.
- Business & Human Rights Resource Centre: Daftar Kebijakan HAM Perusahaan: www.business-humanrights.org/Documents/Policies.
- ELSAM dan Komnas HAM (2017), “Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM”. Jakarta: Komnas HAM.
- Global Compact, “Global Compact 2018 Progress Report: Asia Pacific Analysis”, 2018.
- Inisiatif Bisnis dan HAM (2010), “Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati HAM: Sebuah Alat Panduan bagi Perusahaan,” Den Haag: Global Compact Network Netherlands
- INFID, “Kertas Kebijakan: Menuju Implementasi Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM di Indonesia”, 2018.
- Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Panduan Bisnis dan HAM”. 2018.
- Shift, ‘Embedding Respect for Human Rights Within a Company’s Operations’, 2012.
- Shift, Oxfam and Global Compact Network Netherlands, “Doing Business with Respect for Human Rights: A Guidance Tool for Companies”, 2016.
- UN Global Compact, ‘Good Practice Note on Organizing the Human Rights Function within a Company’, 2014.
- Ilustrasi: www.freepik.com