Bagian 6.0
Langkah terakhir dari uji tuntas HAM adalah mengkomunikasikan tentang upaya perusahaan untuk mencegah dan mengatasi dampak HAM. Hal ini pada dasarnya mengarah pada elemen ‘menunjukkan’ dari Prinsip Panduan HAM PBB. Perusahaan harus dapat ‘mengetahui dan menunjukkan’ bahwa perusahaan menghormati HAM. Artinya perusahaan harus siap untuk menunjukkan efektivitas upaya penghormatan HAM. Komunikasi proaktif dengan pemangku kepentingan yang terkena dampak dan pihak lainnya juga harus dilakukan. Kemudian perusahaan harus melaporkan secara resmi tentang upaya mencegah dan mengatasi dampak HAM yang berat.
Divisi-divisi perusahaan yang terlibat
CSR: Dapat membantu melacak informasi tentang kinerja HAM untuk konten divisi komunikasi; bertanggung jawab untuk membantu mempersiapkan pelaporan keberlanjutan perusahaan.
Komunikasi: Biasanya bertanggung jawab untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan eksternal perusahaan.
Sumber daya manusia: Biasanya mendukung komunikasi internal dengan karyawan melalui buletin, pesan email, intranet, dan cara lain.
Keuangan: Sering bertanggung jawab untuk membantu mempersiapkan pelaporan keuangan perusahaan yang relevan jika perusahaan memiliki laporan terintegrasi yang mencakup informasi keuangan dan non-keuangan.
Hukum: Biasanya meninjau dan sering harus menandatangani komunikasi eksternal formal
Bagian 6.1
Prinsip Panduan HAM PBB (UNGPs) menyatakan bahwa tujuan ‘berkomunikasi’ adalah lebih sekedar laporan formal. Uji Tuntas HAM mencakup cara yang lebih luas untuk menyampaikan informasi kepada para pemangku kepentingan. Beberapa pemangku kepentingan mungkin tidak suka membaca laporan yang panjang, tidak punya akses Internet, atau mungkin kesulitan untuk menafsirkan dokumen resmi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus mempertimbangkan sarana komunikasi terbaik untuk masing-masing kelompok pemangku kepentingan yang relevan yang dibahas lebih lanjut dalam Bab Melibatkan Pemangku Kepentingan. Sebagai contoh:
- Para pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak atau perwakilan mereka, yang dapat mencakup pekerja, konsumen dan masyarakat, harus menjadi target utama dari upaya komunikasi perusahaan tentang uji tuntas HAM. Komunikasi penting ketika mereka perlu diberitahu tentang risiko dampak HAM perusahaan. Dalam konteks ini, perusahaan perlu memberi perhatian khusus tentang cara berkomunikasi dengan perempuan dan kelompok yang berisiko termarjinalisasi.
- Sumber dekat yang kredibel seperti LSM, organisasi HAM, konfederasi serikat pekerja internasional, dan organisasi masyarakat sipil lokal lainnya. Pihak-pihak ini dapat berfungsi sebagai organisasi perantara bagi perusahaan untuk berkomunikasi.
- Para pakar HAM dapat menjadi penting untuk membantu perusahaan mempertimbangkan dan meningkatkan upaya komunikasi perusahaan.
Prinsip Panduan HAM PBB (UNGPs) untuk perusahaan menyatakan bahwa komunikasi harus dapat diakses oleh berbagai target audiens yang dituju. Komunikasi harus secara tepat mencerminkan tingkat keparahan risiko HAM perusahaan dalam hal konten dan frekuensinya.
Komunikasi inklusif
Komunikasi harus lebih dari sekedar elit di masyarakat. Ini akan membantu orang menjadi lebih percaya diri tentang apa yang dilakukan APP, dan meyakinkan mereka bahwa perusahaan telah mendengar kekhawatiran masyarakat. Jika tidak, mungkin ada kesalahpahaman di desa antara elit dan warga lainnya.
– Dini Widiastuti, Direktur Program Keadilan Ekonomi, Oxfam di Indonesia, membahas kisah kasus tentang Asia Pulp and Paper (APP) di Indonesia.
Bagian 6.2
Perusahaan mungkin memerlukan berbagai cara untuk berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan yang terkena dampaknya.
Karyawan dan pekerja lain dapat dijangkau melalui buletin internal atau intranet perusahaan. Serikat pekerja, dewan pekerja atau komite pekerja adalah perantara penting untuk digunakan untuk mengkomunikasikan kinerja pada isu-isu spesifik mengenai pekerja. Tingkat komunikasi mungkin lebih informal, tergantung pada masalahnya: rapat tim dapat memberikan kesempatan yang baik untuk terlibat dalam dialog. Untuk berkomunikasi denga konsumen, perusahaan dapat menaruh informasi di toko retail, desain kemasan, atau layanan online.
❖ Laporan penggunaan data untuk pengungkapan penegakan hukum Vodafone
Pada 2015 Vodafone menerbitkan review di tiap negara atas permintaan (dan tanggapan perusahaan terhadap) mengenai penunjukan data pengguna kepada otoritas nasional. Laporan ini mencakup informasi tentang kerangka hukum, serta jumlah permintaan di masing-masing negara. Ketika Vodafone tidak diizinkan di bawah hukum untuk mengungkapkan sebuah informasi, perusahaan mencoba memberikan informasi agregat alternatif. Pelaporan Vodafone bertujuan untuk memberikan wawasan tentang cara mengelola privasi dan kebebasan berekspresi, sebuah tren yang berkembang di antara perusahaan-perusahaan IT dan komunikasi.
Perusahaan harus memberikan pemikiran yang cermat tentang cara terbaik untuk berkomunikasi dengan anggota komunitas lokal di mana ada tingkat melek huruf yang rendah atau hambatan lain dalam komunikasi. Konteks budaya, di mana perempuan tidak diperbolehkan berbicara langsung dengan laki-laki, dapat membuat individu yang rentan lebih sulit untuk dijangkau. Brosur tertulis atau presentasi PowerPoint di forum publik tidak mungkin efektif dalam hal seperti itu. Perusahaan mungkin ingin meminta saran dari organisasi lokal untuk membantu berkomunikasi dengan pemangku kepentingan melalui cara yang lebih kreatif, seperti papan cerita, kartun atau drama.
Bagian 6.3
Prinsip-Prinsip Panduan Bisnis dan HAM PBB mendorong perusahaan dengan risiko dampak HAM untuk melaporkan secara resmi upaya penanggulangan dampak HAM perusahaan. Semakin banyak perusahaan berusaha untuk memperkuat pelaporan mereka menggunakan Kerangka Pelaporan Prinsip Panduan PBB yang merupakan inisiatif gabungan dari Shift dan Mazars.
Kerangka Pelaporan terdiri dari tiga bagian:
- Bagian A: Tata Kelola Penghormatan HAM
- Bagian B: Menentukan Fokus Pelaporan
- Bagian C: Pengelolaan Isu HAM yang Penting
Sumber: www.ungpreporting.org
Pertanyaan-pertanyaan dibagi menjadi delapan pertanyaan menyeluruh 23 pertanyaan pendukung. Perusahaan harus dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pendukung ini secara lebih lengkap dan mendalam seiring waktu sehingga pelaporan menjadi semakin kuat.
Sumber: Unilever
Pada tahun 2015, Unilever menjadi perusahaan pertama yang mengadopsi Kerangka Pelaporan Prinsip Panduan PBB, menerbitkan laporan komprehensif tentang kinerja HAMnya.
Sumber: Unilever
Sejalan dengan kerangka kerja, laporan memprioritaskan kedelapan isu HAM yang menonjol. Unilever memilih kedelapan isu melalui asesmen internal dan lokakarya lintas divisi. Daftar awal ini kemudian diuji dengan berbagai pemangku kepentingan ahli untuk memastikan kekuatan analisis. Daftar masalah yang diprioritaskan tidak hanya menyediakan titik awal untuk pelaporan, tetapi juga untuk manajemen risiko HAM Unilever.
Memperdalam pelaporan keberlanjutan yang lebih luas tentang HAM
Kerangka Pelaporan Prinsip-Prinsip Panduan PBB berkaitan erat dengan inisiatif pelaporan CSR yang lebih luas. Misalnya, banyak perusahaan yang sudah menggunakan standar pelaporan Global Reporting Initiative (GRI). Perusahaan dapat menggunakan Kerangka Pelaporan untuk pelaporan yang lebih mendalam tentang isu-isu HAM yang menonjol. Demikian pula, bagi perusahaan yang mengeluarkan laporan berdasarkan Kerangka Kerja Internasional lainnya, Kerangka Pelaporan dapat membantu memandu perusahaan mengenai informasi HAM yang penting untuk dimasukkan dalam laporan mereka.
Sumber bermanfaat: Situs web Kerangka Pelaporan Prinsip Pemandu PBB memiliki alat yang berguna di mana perusahaan dapat meninjau dan mengunduh referensi silang untuk berbagai inisiatif pelaporan terkait, termasuk GRI, UN Global Compact dan Kerangka IR, serta inisiatif khusus industri.
Bagian 6.4
Menggambarkan dampak HAM dan tata kelola yag tepat membutuhkan informasi kontekstual dan kualitatif. Inilah sebabnya mengapa Kerangka Pelaporan Prinsip Pemandu PBB (lihat gambar di atas) terdiri dari daftar pertanyaan-pertanyaan ‘ya’ atau ‘tidak’ yang tidak menceritakan keseluruhan cerita. Indikator kualitas pelaporan HAM yang baik terlihat dibawah ini:
Indikator kualitas pelaporan HAM yang baik
Pemerintahan: Apakah pelaporan menjelaskan bagaimana struktur tata kelola perusahaan mendukung manajemen risiko HAM?
Proses khusus: Apakah pelaporan melampaui pernyataan kebijakan dan komitmen tingkat tinggi serta mendiskusikan proses khusus untuk menerapkan penghormatan terhadap HAM?
Dampak spesifik: Apakah pelaporan mengacu pada dampak spesifik yang terjadi dalam sebuah periode pelaporan dan terkait dengan operasi perusahaan atau value chain?
Contoh yang jelas: Apakah pelaporan memberikan contoh yang jelas dan relevan tentang bagaimana kebijakan dan proses perusahaan telah mempengaruhi praktik dan hasil dalam periode pelaporan?
Perspektif Pemangku Kepentingan: Apakah pelaporan menjelaskan bagaimana perusahaan mendapatkan perspektif pemangku kepentingan yang dapat terkena dampak negatif?
Tantangan: Apakah pelaporan membahas tantangan HAM yang kompleks atau sistemik dan bagaimana tantangan perusahaan mengatasi mereka?
Matriks: Apakah pelaporan mencakup data spesifik, indikator kinerja utama, atau metrik lain yang menawarkan bukti yang jelas dan relevan untuk mendukung narasi?
Fokus ke depan: Apakah laporan mencakup informasi tentang rencana perusahaan untuk memajukan upaya untuk menghormati HAM?
Inisiatif strategis: Jika pelaporan mereferensikan inisiatif tertentu, misalnya, proyek, asesmen pihak ketiga atau partisipasi dalam industri atau organisasi multi-stakeholder, apakah itu menjelaskan bagaimana inisiatif ini membantu perusahaan memajukan manajemen risiko HAM sendiri?
Meningkatkan keterbukaan: Jika ini bukan tahun pertama pelaporan HAM untuk perusahaan, apakah pelaporan menunjukkan peningkatan kualitas keterbukaan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, dengan mempertimbangkan indikator yang ditetapkan di atas?
Definisi isu HAM yang menonjol (salient human rights issues)
Bagian 6.5
Menggunakan bentuk komunikasi yang salah
Banyak perusahaan cenderung memilih laporan formal dan glossy. Namun kenyataannya, relatif sedikit orang yang membaca laporan formal. Perusahaan juga harus memikirkan cara terbaik untuk menjangkau pemangku kepentingan yang terkena dampak. Laporan dapat dilengkapi dengan sarana komunikasi tambahan, seperti dialog, forum publik, dan pertemuan tatap muka untuk membantu melibatkan para pemangku kepentingan di luar investor dan pembaca ahli lainnya.
Hanya mengkomunikasikan apa yang ingin didengar oleh pemangku kepentingan
Terkadang pemangku kepentingan hanya ingin fokus pada satu isu kepentingan mereka atau ‘topik hangat’ yang belum tentu relevan dan sesuai dengan isu-isu HAM yang menonjol dari perusahaan.
Bagian 6.6
Berkomunikasi, tidak harus melaporkan
Untuk UKM, pedekatan komunikasi lebih tepat dari laporan. Jalur komunikasi dengan pekerja, pemasok dan pekerja pemasok cenderung lebih pendek dan lebih informal. Oleh karena itu, komunikasi lebih mudah dibanding perusahaan besar.
Menanggapi pertanyaan-pertanyaan menyeluruh dari Kerangka Pelaporan Prinsip Panduan PBB
Bagi perusahaan yang ingin melaporkan secara formal, batas minimum untuk menerapkan Kerangka Pelaporan adalah menanggapi delapan pertanyaan dari gambar di atas. UKM dapat membatasi diri pada pertanyaan-pertanyaan ini, dan fokus pada beberapa masalah HAM yang menonjol. Pada tahun-tahun berikutnya, ia dapat melaporkan isu-isu penting tambahan.
- Business & Human Rights Resource Centre: Daftar Kebijakan HAM Perusahaan: www.business-humanrights.org/Documents/Policies.
- ELSAM dan Komnas HAM (2017), “Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM”. Jakarta: Komnas HAM.
- Global Compact, “Global Compact 2018 Progress Report: Asia Pacific Analysis”, 2018.
- Inisiatif Bisnis dan HAM (2010), “Bagaimana Menjalankan Bisnis dengan Menghormati HAM: Sebuah Alat Panduan bagi Perusahaan,” Den Haag: Global Compact Network Netherlands
- INFID, “Kertas Kebijakan: Menuju Implementasi Prinsip-Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM di Indonesia, 2018.
- Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Panduan Bisnis dan HAM”. 2018
- Shift, ‘Embedding Respect for Human Rights Within a Company’s Operations’, 2012.
- Shift, Oxfam and Global Compact Network Netherlands, “Doing Business with Respect for Human Rights: A Guidance Tool for Companies”, 2016.
- UN Global Compact, ‘Good Practice Note on Organizing the Human Rights Function within a Company’, 2014.
- Ilustrasi: www.freepik.com